Pemberian Biji Lamtoro Dalam Ransum Ternak
Konten [Tutup]
Pohon Lamtoro |
Nomenclatur Binomial
Tanaman ini telah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun lalu dan kini telah menjadi tanaman perdagangan yang mempunyai prospek tinggi, baik sebagai bahan industry, bahan bakar non minyak, tanaman penghijauan, tanaman penghutanan maupun sebagai tanaman makanan ternak.
Sebelum tahun 1960 nama yang diberikan oleh Benth pada tanaman ini diasaran pada zat racun yang terdapat dalam sejenis tanaman akasia di amerika yaitu Mimosa glauca. Pemeberian nama ini ditolak oleh “International Code of Nomenclature”, sehingga Benth merubahnya menjadi Mimosa leucocephala yang akhirnya dirubah lagi menjadi Leucaena leucocephala (Lam) de Wit. Nama Leucaena leucocephala ini telah menjadi nama ilmiah resmi hingga sekarang.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Leucaena
Spesies : Leucaena leucocephala
Deskripsi Lamtoro
Lamtoro (Leucaena leucocephala) merupakan suatu tanaman yang termasuk pada family leguminosa (kacang-kacangan). Tumbuhan ini memiliki batang pohon keras dan berukuran tidak besar. Tingginya mencapai 2-10 m, ranting bulat silindris, dan ujungnya berambut rapat. Daunnya majemuk, menyirip genap ganda. Anak daun kecil-kecil, terdiri dari 5-20 pasang.
Bentuk bulat lanset, ujung runcing, tepi rata. Permukaan bawah daun berwarna hijau kebiruan, panjangnya 6-21 mm, lebarnya 2-5 mm. Bunga berbentuk bonggol yang bertangkai panjang berwarna putih kekuningan. Dan terangkai dalam karangan bunga majemuk. Buahnya mirip dengan buah petai, namun ukurannya jauh lebih kecil dan berpenampang lebih tipis.
Buah lamtoro termasuk buah polong, pipih, dan tipis, bertangkai pendek, panjangnya 10-18 cm, lebar sekitar 2 cm, berisi biji-biji kecil yang cukup banyak dan diantara biji ada sekat. Bunga majemuk berupa bongkol bertangkai panjang yang berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongkol; tiap-tiap bongkol tersusun dari 100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan berdiameter 12-21 mm, di atas tangkai sepanjang 2-5 cm. Bunga kecil-kecil, berbilangan-5; tabung kelopak bentuk lonceng bergigi pendek, lk 3 mm; mahkota bentuk solet, lk. 5 mm, lepas-lepas. Benangsari 10 helai, lk 1 cm, lepas-lepas.
Lamtoro mempunyai sistem perakaran yang dalam dan berumur panjang, mencapai 50 tahunan sehingga sangat cocok dipergunakan sebagai tanaman 7 pagar dan pelindung karena tidak mengganggu pada tanaman pokok, menghemat biaya dan tenaga. Perakaran yang dalam juga menyebabkan lamtoro sangat tahan kekeringan, tetap hijau dan bertunas selama musim kering, sehingga sangat cocok sebagai sumber hijauan pakan ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba (Panjaitan, 2000).
Lamtoro berasal Amerika Tropis, biasa ditemukan di pekarangan sebagai tanaman pagar atau tanaman peneduh, kadang tambah liar dan dapat ditemukan dari 1-1500 m di atas permukaan laut.
Pemanfaatan Pohon Lamtoro
Beberapa bagian dari pohon lamtoro bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari, mulai dari kayu, daun, biji dan zat-zat yang terkandung didalam pohonnya.
Kayu
Lamtoro terutama disukai sebagai penghasil kayu api. Kayu lamtoro memiliki nilai kalori sebesar 19.250 kJ/kg, terbakar dengan lambat serta menghasilkan sedikit asap dan abu. Arang kayu lamtoro berkualitas sangat baik, dengan nilai kalori 48.400 kJ/kg.
Kayunya termasuk padat untuk ukuran pohon yang lekas tumbuh (kepadatan 500-600 kg/m³) dan kadar air kayu basah antara 30-50%, bergantung pada umurnya. Lamtoro cukup mudah dikeringkan dengan hasil yang baik, dan mudah dikerjakan. Sayangnya kayu ini jarang yang memiliki ukuran besar; batang bebas cabang umumnya pendek dan banyak mata kayu, karena pohon ini banyak bercabang-cabang.
Kayu terasnya berwarna coklat kemerahan atau keemasan, bertekstur sedang, cukup keras dan kuat sebagai kayu perkakas, mebel, tiang atau penutup lantai. Kayu lamtoro tidak tahan serangan rayap dan agak lekas membusuk apabila digunakan di luar ruangan, akan tetapi mudah menyerap bahan pengawet.
Daun
Daun-daun dan ranting muda lamtoro merupakan pakan ternak dan sumber protein yang baik, khususnya bagi ruminansia. Daun-daun ini memiliki tingkat ketercernaan 60 hingga 70% pada ruminansia, tertinggi di antara jenis-jenis polong-polongan dan hijauan pakan ternak tropis lainnya. Lamtoro yang ditanam cukup rapat dan dikelola dengan baik dapat menghasilkan hijauan dalam jumlah yang tinggi. Namun pertanaman campuran lamtoro (jarak tanam 5—8 m) dengan rumput yang ditanam di antaranya, akan memberikan hasil paling ekonomis.
Di Jawa, pucuk dan polong yang muda biasa dilalap mentah. Biji-bijinya yang tua disangrai sebagai pengganti kopi, dengan bau harum yang lebih keras dari kopi.[1] Biji-biji yang sudah cukup tua, tetapi belum menghitam, biasa digunakan sebagai campuran pecal dan botok.
Produk Lain
Lamtoro diketahui menghasilkan zat penyamak dan zat pewarna merah, coklat dan hitam dari pepagan (kulit batang), daun, dan polongnya. Sejenis resin atau gum juga dihasilkan dari batang yang terluka atau yang kena penyakit, terutama dari persilangan L. leucocephala × L. esculenta. Gum ini memiliki kualitas yang baik, serupa dengan gum arab.
Kandungan Nutrien Dan Zat Antinutrisi
Sebagai pakan ternak, lamtoro mempunyai kualitas yang tinggi dan relatif sama dengan jenis legum pohon lainnya seperti Turi (Sesbania grandiflora), Gamal (Gliricidia sepium) dan Kaliandra (Calliandra calotthyrsus). Produksi hijauannya cukup tinggi bervariasi sesuai dengan tingkat kesuburan tanah, jarak tanam dan curah hujan. Daun dan batang muda sangat disukai ternak.
Kandungan protein, mineral, dan asam amino yang seimbang, mempunyai serat kasar yang relatif sedikit dan kandungan tanin yang rendah. Kandungan tanin rendah (CT 6%) memberikan nilai tambah, dibandingkan legume pohon yang lain karena dapat berfungsi melindungi perombakan protein yang berlebihan di dalam rumen (by-pass protein) sehinga jumlah protein yang dapat diserap (retensi N) di usus halus lebih tinggi.
Menurut Palmquist et al (1969) pemberian lamtoro sebagai suplement terhadap pakan yang berkualitas rendah seperti rumput kering, sisa hasil pertanian dapat meningkatkan konsumsi dan kecernaan dari pakan berkualitas rendah, hal ini disebabkan karena lamtoro dapat mencukupi kebutuhan mikrobia rumen untuk hidup dan melakukan aktifitasnya di dalam rumen.
Kandungan Nutrien
Tabel 1. Kandungan nutrient pada biji lamtoro
Kandungan | Jumlah |
BK | 30,0 % |
ABU | 4,4% |
PK | 22,2% |
SK | 19,6% |
LK | 6,9% |
ME | 12,1 MJ/Kg |
Ca | 0,27% |
P | 0,12% |
Zat Antinutrisi
Walaupun masih merupakan persoalan bagi para ahli, salah satu kelemahan lamtoro adalah terdapatnya mimosin pada setiap bagian dari tanaman. Mimosin tergolong pada asam amino yang bersifat racun bagi ternak, bila dimakan terlalu banyak. Dalam dosis yang berbeda-beda seluruh bagian tanaman mengandung mimosin. Bagian tanaman termuda merupakan bagian yang tertinggi kandungan mimosinnya.
Tabel 2. Kandungan mimosin pada bagian-bagian tanaman lamtoro
Bagian tanaman | Persentase dalam bahan kering |
Pucuk | - |
Daun Muda | 3 |
Buah | 3 |
Biji | 4 - |
Tangkai muda | > 2% |
Tangkai tua | < |
Sumber : R.J. Jones, 1979. Reprinted from World n. Rev. no.31.
Keracunan mimosin pada ternak non-ruminansia telah lama diketahui orang. Demikian juga telah diketahui pengaruh positif mimosin untuk ruminansia. Mimosine merupakan sumber toksin terbesar dari tepung daun lamtoro untuk unggas. Toksin mimosine menyebabkan defisiensi glisine untuk sintesis asam empedu, sehingga menyebabkan penurunan absorbsi asam lemak sehingga menyebabkan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.
Domba yang belum kenal lamtoro, bila selama 7-14 hari diberi lamtoro dalam dosis tinggi telah kehilangan bulunya dan bila diteruskan pemberiannya dapat menimbulkan kematian. Bila ternak ruminansia yang telah mengenal lamtoro diberi ransum lamtoro, maka mikroorganisme dalam rumen sangat berperan dalam menurunkan kadaar mimosin yang terserap oleh darah, sehingga proses keracunan baru terjadi dalam waktu yang lebih lama. Suatu penelitian terhadap cairan rumen kambing di Jepang menunjuan bahwa pucu lamtoro yang mengandung mimosin 60 mg/gr dalam waktu 25 jam telah dapat diturunkan menjadi 0,3 mg/gr.
Racun mimosin mempengaruhi kelenjar gondok dan folikel rambut. Ternak yang keracunan mimosin menunjukkan gejala rambut rontok, pertumbuhan lambat dan kalau dibedah, ternyaa kelenjar gondok membengkak. Gejala lainnya yang dapat ditemukan yaitu nafsu makan berurang, pengeluaran air liur yang berlebihan, sempoyongan, performan breeding yang jelek dan melahirkan ana dalam keadaan lemah atau mati.
Umumnya orang berpendapat bahwa mimosin bukanlah penyebab pokok dari keracunan. Yang menyebabannya adalah DHP (di-hydroxy pyridone), yaitu bahan yang ditemukan dalam rumen sebagai hasil perombakan mimosin. Sirkulasi DHP inilah yang menyebabkan kerusakan pada kelenjar gondok.
Selain itu juga, Penambahan tepung daun lamtoro mempunyai sifat menghambat terhadap pertumbuhan alat reproduksi dan produksi telur. Penambahan 10% dan 20% tepung daun lamtoro pada periode grower menyebabkan pertumbuhan badan, jengger dan dewasa kelamin terhambat. Perkembangan ovarium terhambat ditandai dengan perubahan struktur ovarium. Dipihak lain pemberian tepung daun lamtoro 5%, 10% dan 20% menyebabkan kenaikan tingkat warna kuning telur dan kenaikan Haugh Unit pada level 10% dan 20 %.
Pengurangan Aktivitas Racun Mimosin
Berbagai usaha yang dilakukan untuk menurunkan daya racun mimosine dalam daun lamtoro diantaranya adalah dengan pemanasan, penambahan garam sulfat, penambahan senyawa analog mimosine, pencucian, mendapatkan varietas baru yang rendah kandungan mimosinenya.
Perubahan mimosine menjadi DHP dapat pula dilakukan oleh enzim yang terdapat di dalam daun, batang, dan biji lamtoro. Enzim ini akan menjadi aktif bila jaringan tanaman lamtoro segar dihancurkan misalnya dikunyah oleh ternak. Pemecahan mimosine menjadi DHP yang optimal terjadi pada suhu 70oC selama 15 menit.
Perlakuan fisik pengeringan matahari sampai dengan dry matter lebih dari 90% dan pengovenan pada suhu 100oC selama 12 jam serta perendaman dalam air selama 12 jam, inkubasi dalam larutan FeSO4 0,2% selama 12 jam serta inkubasi dalam larutan 5% NaOH. Perlakuan fisik tersebut menghasilkan penurunan mimosine yang terbaik dan kehilangan protein yang terkecil. Setelah dicobakan ke ayam broiler memberikan pertambahan bobot badan dan konversi pakan yang tidak berbeda dengan kontrol.
Mimosine mempunyai kemampuan mengikat ion Fe2+, Al3+, Cu2+, Pb2+, Ca2+ dan Mg2+ menjadi senyawa yang sukar diserap usus dan selanjutnya dikeluarkan bersama feses. Pada proses pengikatan Fe2+ tidak langsung diikat oleh mimosine melainkan mengalami oksidasi menjadi Fe3+. Berkurangnya pengaruh mimosine setelah penambahan FeSO4. Mimosine dapat diturunkan dengan menambahkan larutan FeSO4 sebanyak 12,6 g/kg lamtoro.
Penambahan senyawa analog mimosine, yaitu tirosin, piridoksin, dan niasin ke dalam pakan juga dilakukan pada pakan yang mengandung tepung daun lamtoro 10,20 dan 40%.
Pengaruh Pemberian Pakan Terhadap Ternak
Hal-hal yang mendukung tanaman lamtoro sebagai makanan ternak, antara lain :
- Disenangi ternak
- Berproduksi tinggi
- Mempunyai daya cerna yang tinggi
- Bernilai gizi tinggi
Berikut ini akan diuraian penggunaan dan kegunaan lamtoro bagi beberapa macam ternak, berdasarkan hasil penelitian di dalam maupun di luar negeri.
Tenak Sapi potong
Di Indonesia, penelitian khusus tentang penggunaan hijauan lamtoro untuk ternak potong, belum dilakukan secara mendalam seperti di luar negeri. Namun suatu hal yang dapat dikemukakab disini, bahwa hijauan lamtoro telah lama dikenal dan digunakan sebagai makanan ternak. Contohnya :
- Untuk Sapi Bali di NTT dan Bali, tenyata mampu mengkonsumsi hijauan lamtoro dalam jumlah tidak terbatas dengan memberikan hasil yang baik, tanpa memperlihatkan gejala keracunan.
- Untuk sapi di luar negeri dikatakan bahwa konsumsi maksimal hijauan lamtoro adalah sebanyak 20% dari jumlah ransum, atau dalam jumlah tida terbatas dalam waktu yang terbatas (kurang lebih 3 bulan).
- Kombinasi hijauan lamtoro dengan hijauan rumput-rumputan merupakan upaya yang paling baik untuk mengurangi gejala keracunan pada sapi. Contoh rumput yang baik untuk kombinasi, misalnya Panicum Maximum, Nandi Setaria, rumput Rhodes, dll.
Ternak Sapi Perah
Kelemahan lamtoro sebagai ransum ternak perah adalah pengaruh warna dan bau yang dapat mempengaruhi susu. Sapi perah yang sedang berproduksi bila diberi ransum yang mengandung lamtoro sebelum diperah, dapat menghasilkan susu yang berwarna kehijau-hijauan dengan bau yang tidak enak. Tetapi, yang jelas bahwa hijauan lamtoro dapat meningkatan produksi susu.
Untuk menghilangkan pengaruh warna dan bau yang merugikan pada produksi susu, dianjurkan agar dua jam sebelum diperah, sap-sapi tida diberi hijauan lamtoro tidak baik untuk ternak perah, malah sebaliknya ternak perah dianjurkan agar diberi hijauan lamtoro asalkan waktu pemberiannya dapat diatur.
Ternak Kambing/Domba
Ternak ambing dan domba juga menyenangi hijauan lamtoro. Tetapi, ternak ini mempunyai daya toleransi yang lebih rendah terhadap mimosin dibandingkan ternak sapi. Terutama pada domba pemberian hijauan lamtoro secara terus-menerus selama 10 hari telah dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan.
Akan tetapi, kambing-kambing di NTT dilaporkan meskipun diberikan lamtoro dalam jumlah yang besar dan beberapa bulan tidak menunjukkan gejala keracunan. Hal ini diduga karena kambing disana telah terbiasa sehingga daya tahan tubuh terhadap mimosin menjadi lebih tinggi.
Ternak ayam
Pada umumnya makanan yang diberikan pada ayam, adalah juga merupakan bahan makanan yang dibutuhkan manusia. Penggunaan hijauan lamtoro dalam ransum ayam sangat membantu pertumbuhan asalkan dengan pemakaian jumlah terbatas.
Suatu percobaan dai Castillo dkk (1964) dengan menggunakan daun lamtoro dengan kadar mimosin tinggi (3.36 %) dan rendah (0,23%) terhadap anak ayam White leghorn pada tingkat 0%, 10%, dan20% memberikan hasil berbeda. Pada ransum daun lamtoro rendah dengan tingkat pemberian10% dan 20% memberikan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan yang dihasilkan dengan ransum daun lamtoro tinggi mimosin pada tingkat pemberian yang sama.
Bagian lamtoro yang dapat diberi pada ayam adalah bagian daun dan biji yang tua. Tepung daun dapat diberi hingga 5% dari ransum dengan hasil yang baik. Pemberian biji lamtoro hingga 10% dengan maksud mengganti kacang kedele dapat dipertanggungjawabkan. (Manshur, 1970).
KESIMPULAN
Berdasarkan tulisan diatas dapat disimpulkan bahwa :
- Deskripsi lamtoro adalah sebagai berikut : Lamtoro lokal tingginya 2-10 m, Daun majemuk menyirip rangkap, sirip 3—10 pasang, Buah lamtoro termasuk buah polong, pipih, dan tipis, bertangkai pendek, panjangnya 10-18 cm, lebar sekitar 2 cm, berisi biji-biji kecil yang cukup banyak dan diantara biji ada sekat.
- Daun-daun dan ranting muda lamtoro merupakan pakan ternak dan sumber protein yang baik, khususnya bagi ruminansia. Daun-daun ini memiliki tingkat ketercernaan 60 hingga 70% pada ruminansia, tertinggi di antara jenis-jenis polong-polongan dan hijauan pakan ternak tropis lainnya.
- Mimosin, merupakan sejenis asam amino, terkandung pada daun-daun dan biji lamtoro hingga sebesar 4% berat kering. Pada ruminansia, mimosin ini diuraikan di dalam lambungnya oleh sejenis bakteria, Synergistes jonesii.
- Sampai saat ini, racun mimosine belum dapat dihilangkan dari hijauan lamtoro, akan tetapi dapat dikurangi dengan upaya dengan pemanasan, penambahan garam sulfat, penambahan senyawa analog mimosine, pencucian, mendapatkan varietas baru yang rendah kandungan mimosinenya.
- Keunggulan dan nilai positif dari lamtoro dapat dilihat dari penggunaan dalam jumlah yang tertentu dan dalam batas waktu pemberian yang tertentu pula.
Posting Komentar untuk "Pemberian Biji Lamtoro Dalam Ransum Ternak"